Pengertian
Terdapat
3 kata kunci yang dapat diuraikan yaitu :
1. Hak adalah benar, milik, kepunyaan,
kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu ( karena telah ditentukan oleh undang-undang
),atau wewenang menurut hukum.
2. Kekayaan adalah perihal yang (
bersifat, ciri ) kaya, harta yang menjadi milik orang, kekuasaan.
3. Intelektual adalah kecerdasan, berakal
dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan, atau yang mempunyai
kecerdasan tinggi, cendikiawan, atau totalitas pengertian atau
kesadaran
terutama yang menyangkut pemikiran dan pemahaman.
Kekayaan
intelektual
adalah
kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat berupa karya
di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya ini dihasilkan
atas kemampuan intelektual melalui pemikiran, daya cipta dan rasa yang
memerlukan curahan tenaga, waktu
dan
biaya untuk memperoleh "produk" baru dengan landasan kegiatan
penelitian atau yang sejenis.
Secara substantif pengertian HaKI dapat
dideskripsikan sebagai
Hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena
kemampuan intelektual manusia. Karya-karya intelektual tersebut dibidang ilmu pengetahuan, seni,sastra ataupun teknologi, dilahirkan
dengan pengorbanan tenaga, waktu dan bahkanbiaya.
Adanya pengorbanan
tersebut menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila
ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang
melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan (property) terhadap karya-karya
intelektual. Bagi dunia usaha, karya-karya itu dikatakan sebagai aset
perusahaan.
Fungsi Haki :
1. Perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan kebijakan teknis di bidang HaKI;
2. Pembinaan
yang meliputi pemberian bimbingan, pelayanan, dan penyiapan standar di bidang
HaKI;
3. Pelayanan
Teknis dan administratif kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal
HaKI.
Contoh
kasus :
Di
bidang merek, pelanggaran tidak hanya menyangkut merek-merek asing.
Selain
merek terkenal asing, termasuk yang telah diproduksi di dalam negeri,
merek-merek
lokal juga tak luput dari sasaran peniruan dan pemalsuan. Di
antaranya,
produk rokok, tas, sandal dan sepatu, busana, parfum, arloji, alat tulis
dan
tinta printer, oli, dan bahkan onderdil mobil. Kasus pemalsuan yang terakhir
ini
terungkap lewat operasi penggerebekan terhadap sebuah toko di Jakarta Barat
yang
mendapatkan sejumlah besar onderdil Daihatsu palsu. Pelakunya telah
ditindak
dan saat ini sedang menjalani persidangan di PN Jakarta Barat.
Kasus
Daihatsu tampaknya belum akan menjadi kasus terakhir. Prediksi ini
muncul
karena fenomena pelanggaran hukum yang masih belum dijerakan oleh
sanksi
pidana yang dijatuhkan. Faktor deterrent hukum masih belum mampu
unjuk
kekuatan. Pengadilan masih nampak setengah hati memberi sanksi.
Padahal,
pemalsuan sparepart bukan saja merugikan konsumen secara ekonomi,
tetapi
juga dapat mencelakakan dan mengancam jiwanya. Kesemuanya itu tidak
disikapi
dengan penuh atensi. Sebaliknya, dianggap sekedar sebagai perbuatan
yang
dikategorikan merugikan orang lain. Sekali lagi, tingkat kesadaran hukum
masyarakat
sangat menentukan. Betapapun, datangnya kesadaran itu acapkali
harus
dipaksakan melalui putusan pengadilan. Inilah harga yang harus dibayar
untuk
dapat mewujudkan penegakan hukum HaKI yang tidak hanya diperlukan
untuk
kepentingan pemegang HaKI, tetapi juga bagi jaminan kepastian,
kenyamanan,
dan keselamatan masyarakat konsumen secara keseluruhan.
SUMBER :
0 komentar:
Posting Komentar