Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan
Sastra
Konvensi Bern, Sebagai suatu konvensi dibidang hak cipta yang paling tua didunia keseluruhannya tercatat 117 negara meratifikasi. Biasa disebut konvensi Bern atau Konvensi Berne. Konvensi tersebut merupakan persetujuan internasional mengenai hak cipta, pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada 1 Januari 1886.
Beberapa negara bekas jajahan atau di bawah administrasi pemerintahan Inggris yang menandatangani Konvensi Bern 5 Desember 1887 yaitu Australia, Kanada, India, New Zealand dan Afrika Selatan.
Konvensi Bern, Sebagai suatu konvensi dibidang hak cipta yang paling tua didunia keseluruhannya tercatat 117 negara meratifikasi. Biasa disebut konvensi Bern atau Konvensi Berne. Konvensi tersebut merupakan persetujuan internasional mengenai hak cipta, pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada 1 Januari 1886.
Beberapa negara bekas jajahan atau di bawah administrasi pemerintahan Inggris yang menandatangani Konvensi Bern 5 Desember 1887 yaitu Australia, Kanada, India, New Zealand dan Afrika Selatan.
Sebelum penerapan Konvensi Bern,
undang-undang hak cipta biasanya berlaku hanya bagi karya yang diciptakan di dalam
negara bersangkutan. Akibatnya, misalnya ciptaan yang diterbitkan di London oleh
seorang warga negara Inggris dilindungi
hak ciptanya di Britania Raya, namun dapat
disalin dan dijual oleh siapapun di Swiss; demikian pula sebaliknya.
Konvensi Bern mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan cara
serupa telah menetapkan kerangka perlindungan internasional atas jenis kekayaan intelektual lainnya,
yaitu paten, merek, dan desain industri.
Konvensi Bern membentuk suatu badan untuk mengurusi
tugas administratif. Pada tahun 1893, kedua badan tersebut bergabung menjadi
Biro Internasional Bersatu untuk Perlindungan Kekayaan Intelektual (dikenal
dengan singkatan bahasa Prancisnya, BIRPI), di Bern. Pada tahun 1960, BIRPI
dipindah dari Bern ke Jenewa agar lebih dekat ke PBB dan organisasi-organisasi
internasional lain di kota tersebut, dan pada tahun 1967 BIRPI menjadi WIPO, Organisasi Kekayaan Intelektual Internasional, yang sejak 1974
merupakan organisasi di bawah PBB.
Konvensi Bern direvisi di Paris pada tahun 1896 dan di
Berlin pada tahun 1908, diselesaikan di Bern pada tahun 1914, direvisi di Roma
pada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di Stockholm pada tahun 1967 dan
di Paris pada tahun 1971, dan diubah pada tahun 1979.
Pada Januari 2006, terdapat 160 negara anggota
Konvensi Bern. Sebuah daftar lengkap yang berisi para peserta konvensi ini
tersedia, disusun menurut nama negara atau disusun menurut tanggal pemberlakuannya di negara masing-masing.
Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota
Konvensi Bern memuat tiga prinsip dasar, yang menimbulkan kewajiban negara
peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang hak
cipta, yaitu:
Prinsip
national treatment
• Ciptaan yang berasal dari salah satu negara
peserta perjanjian harus
mendapat perlindungan hukum hak cipta yang
sama seperti
diperoleh ciptaan seorang pencipta warga
negara sendiri
Prinsip
automatic protection
• Pemberian perlindungan hukum harus
diberikan secara
langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun (no
conditional upon compliance with any
formality)
Prinsip
independence of protection
• Bentuk perlindungan hukum hak cipta
diberikan tanpa harus
bergantung kepada pengaturan perlindungan
hukum negara
asal pencipta
Indonesia juga turut serta dalam konvensi
ini, berikut Alasan Indonesia ikut Berne Convention
1. Sebagai bagian dari family of nations,
secara setaraf dan sederajat, maka selayaknya dan tidak lebih dari pantas untuk
Indonesia ikut serta Berne Convention.
2. Alasan bahwa Indonesia dalam masa
pembangunan tidak cukup menyakinkan. Karena justru di dalam iklim pembangunan, Indonesia
harus menekankan adanya hasrat dan tujuan untuk berjalan seirama dengan
perkembangan zaman dengan juga memberikan perlindungan terhadap hasil karya
pencipta luar negeri.
3. Bahwa dengan demikian akan terjamin hak
perlindungan bagi pencipta Indonesia di luar negeri.
4. Dalam Revisi Stockholm telah dibuka
kemungkinan untuk dilakukannya dwanglicentie (lisensi secara paksa) untuk melakukan
terjemahan-terjemahan.
5. Menurut hasil angket di antara
anggota-anggota Organisasi Pengarang Indonesia, mayoritas menyetujui ikut
sertanya Indonesia dalam Berne Convention.
Konvensi Jenewa merupakan salah satu konvensi yang berlangsung di Jenewa, Swiss. Dari
uraian di atas, nampak bahwasanya konflik bersenjata yang dimaksudkan dapat
terjadi secara internal maupun inetrnasional. Pasal 3 Konvensi Jenewa tahun
1949 meletakkan dasar Hukum Humaniter dengan merumuskan bahwa dalam masa
konflik bersenjata.
Maka, orang-orang yang dilindugi oleh konvensi ini harus "in all
circumstances be treated humanely, without any adverse distinction founded on
race, color, religion or faith, sex, birth, or wealth, or other similar
criteria…" padahal sebelum tahun 1949, perlindungan hukum hanya diberikan
pada personel militer.
Konvensi-konvensi Jenewa meliputi
empat perjanjian (treaties) dan tiga protokol tambahan yang menetapkan
standar dalam hukum internasional (international law) mengenai perlakuan
kemanusiaan bagi korban perang. Istilah Konvensi Jenewa, dalam bentuk tunggal,
mengacu pada persetujuan-persetujuan 1949, yang merupakan hasil perundingan
yang dilakukan seusai Perang Dunia II. Persetujuan-persetujuan tersebut berupa
diperbaharuinya ketentuan-ketentuan pada tiga perjanjian yang sudah ada dan
diadopsinya perjanjian keempat. Rumusan keempat perjanjian 1949 tersebut
ekstensif, yaitu berisi pasal-pasal yang menetapkan hak-hak dasar bagi orang
yang tertangkap dalam konflik militer, pasal-pasal yang menetapkan perlindungan
bagi korban luka, dan pasal-pasal yang menyikapi masalah perlindungan bagi
orang sipil yang berada di dalam dan di sekitar kawasan perang. Keempat
perjanjian 1949 tersebut telah diratifikasi, secara utuh ataupun dengan
reservasi, oleh 194 negara.
Konvensi-konvensi Jenewa tidak
berkenaan dengan penggunaan senjata perang, karena permasalahan tersebut
dicakup oleh Konvensi-konvensi Den Haag 1899 dan 1907 dan Protokol Jenewa.
"Orang yang dilindungi berhak,
dalam segala keadaan, untuk memperoleh penghormatan atas dirinya, martabatnya,
hak-hak keluarganya, keyakinan dan ibadah keagamaannya, dan kebiasaan serta
adat-istiadatnya. Mereka setiap saat diperlakukan secara manusiawi dan
dilindungi, terutama terhadap segala bentuk kekerasan atau ancaman kekerasan
dan terhadap penghinaan dan keingintahuan publik. Perempuan dilindungi secara
istimewa terhadap setiap penyerangan atas martabatnya, terutama terhadap
pemerkosaan, pelacuran paksa, atau setiap bentuk penyerangan tidak senonoh
(indecent assault). Tanpa merugikan ketentuan-ketentuan mengenai keadaan
kesehatan, usia, dan jenis kelamin, semua orang yang dilindungi diperlakukan
dengan penghormatan yang sama oleh Peserta konflik yang menguasai mereka, tanpa
pembeda-bedaan merugikan yang didasarkan pada, terutama, ras, agama, atau opini
politik. Namun, Peserta konflik boleh mengambil langkah-langkah kontrol dan
keamanan menyangkut orang-orang yang dilindungi sebagaimana yang mungkin
diperlukan sebagai akibat dari perang yang bersangkutan." (Pasal 27,
Konvensi Jenewa Keempat)
Konvensi-konvensi
Jenewa berlaku pada masa perang dan konflik bersenjata, yaitu bagi pemerintah
yang telah meratifikasi ketentuan-ketentuan konvensi tersebut. Ketentuan rinci
mengenai aplikabilitas Konvensi-konvensi Jenewa diuraikan dalam Pasal 2 dan 3
Ketentuan yang Sama. Masalah aplikabilitas ini telah menimbulkan sejumlah kontroversi.
Ketika Konvensi-konvensi Jenewa berlaku, maka pemerintah harus merelakan
sebagian tertentu dari kedaulatan nasionalnya (national sovereignty) untuk
dapat mematuhi hukum internasional. Konvensi-konvensi Jenewa bisa saja tidak
sepenuhnya selaras dengan konstitusi atau nilai-nilai budaya sebuah negara
tertentu. Meskipun Konvensi-konvensi Jenewa menyediakan keuntungan bagi
individu, tekanan politik bisa membuat pemerintah menjadi enggan untuk menerima
tanggung jawab yang ditimbulkan oleh konvensi-konvensi tersebut.
Konvensi Ramsar adalah perjanjian internasional
untuk konservasi dan pemanfaatan lahan basah secara
berkelanjutan. Nama resmi konvensi ini adalah The
Convention on Wetlands of International Importance, especially as Waterfowl
Habitat. Konvensi Ramsar diratifikasi pemerintah Indonesia pada tahun 1991
melalui Keputusan
Presiden RI No. 48
tahun 1991.Konvensi Ramsar disusun dan disetujui negara-negara peserta sidang
di Ramsar, Iran pada tanggal 2 Februari 1971 dan mulai berlaku 21 Desember 1975.
Sejumlah 1.889 lokasi lahan basah
dengan luas keseluruhan 1.854.370 km² dimasukkan ke dalam Daftar Ramsar Lahan Basah Penting bagi Dunia. Lokasi lahan basah
yang dilindungi Konvensi Ramsar disebut situs Ramsar. Negara yang memiliki
situs Ramsar terbanyak adalah Britania Raya (168
situs), sedangkan Kanada memiliki situs Ramsar terluas dengan sekitar 130.000
km² lahan basah, termasuk Teluk Queen Maud yang luasnya 62.800 km².
Sampai tanggal 2010 terdapat 159
negara penandatangan konvensi yang merupakan peningkatan dari sejumlah 119
negara pada tahun 2000, dan 18 negara pendiri pada tahun 1971. Negara peserta
konvensi bertemu setiap 3 tahun sekali di Konferensi Para
Pihak yang pertama
kali diadakan tahun 1980 di Cagliari, Italia.
Amandemen disetujui di Paris (tahun 1982) dan di Regina (tahun 1987).
Konvensi Ramsar memiliki komisi tetap,
panel inspeksi keilmuan, dan sekretariat. Markas besar Konvensi Ramsar terletak
di Gland, Swiss bersama-sama
dengan IUCN.
Konvensi Warsawa merupakan konvensi internasional yang
mengatur tanggung jawab untuk pengangkutan internasional untuk orang, bagasi
atau barang yang dilakukan oleh pesawat untuk bayaran. Awalnya
ditandatangani pada tahun 1929 di Warsawa (dan
dinamai menurut itu), itu diubah pada tahun 1955 di Den Haag dan
pada tahun 1971 diKota Guatemala. Pengadilan
Amerika Serikat telah menyatakan bahwa, setidaknya untuk beberapa tujuan,
Konvensi Warsawa adalah instrumen yang berbeda dari Konvensi Warsawa
sebagaimana telah diubah oleh Protokol Den Haag. Ada 5 bab dari dokumen ini:
Bab I - Definisi Bab II - Dokumen Pengangkutan, bagasi dan Tiket Penumpang Bab
III - Kewajiban dari Pengangkutan Bab IV - Ketentuan Terkait dengan
Pengangkutan Gabungan Bab V - Ketentuan Umum dan Akhir
http://id.wikipedia.org/wiki/Konvensi_Warsawa
http://id.wikipedia.org/wiki/Konvensi_Ramsar
http://id.wikipedia.org/wiki/Konvensi_Jenewa
http://staff.ui.ac.id/internal/0508050289/material/BerneConvention.pdf
http://henmedya.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/24825/Tay6angan-M3M4(hak+cipta).pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Konvensi_Bern_tentang_Perlindungan_Karya_Seni_dan_Sastra
0 komentar:
Posting Komentar